LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Anggota Komite IV Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atau DPD RI Profesor Dailami Firdaus mempertanyakan skenario foresight Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia atau BPK RI.
Pertanyaan tersebut disampaikan Dailami kepada calon anggota BPK RI, Haerul Saleh, saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test, di Komite IV DPD RI, di Gedung DPD, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/2/2022).
“Bagaimana skenario foresight Badan Pemeriksa Keuangan pasca pandemi yang Bapak sampaikan?,” tanya Dailami.
Selain kepada Haerul Saleh, Senator dari daerah pemilihan DKI Jakarta ini juga meminta penjelasan kepada calon anggota BPK, Isma Yatun. “Bu Isma, bagaimana implementasi hubungan DPD RI dengan BPK RI ke depan?.”
Menjawab pertanyaan Dailami, calon anggota BPK Haerul Saleh menjelaskan pentingnya pemeriksaan BPK harus bersifat foresight.
“Pemeriksaan foresight tidak hanya melihat kesalahan di masa lalu. Pemerintah harus mengantisipasi risiko atau tantangan dan meraih peluang di masa depan. Ini berbeda dengan oversight dan insight,” ungkap Haerul.
Dikatakan Haerul, pemeriksaan dengan perspektif foresight memberikan tinjauan masa depan dengan menyoroti implikasi jangka panjang dari kebijakan pemerintah saat ini.
“Tujuannya untuk mengidentifikasi tren dan tantangan yang dihadapi negara dan masyarakat serta memfasilitasi pemerintah dan pengambil keputusan untuk memilih alternatif kebijakan masa depan,” imbuhnya.
Calon anggota BPK RI Isma Yatun menjelaskan implementasi hubungan DPD RI dengan BPK RI teah diatur dalam Pasal 23E Ayat (2), UUD NRI 1945.
“Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan Kewenangannya. “Hasil pemeriksaan BPK tersebut dapat menjadi referensi bagi DPD RI untuk melaksanakan tugasnya sebagaimana dinyatakan pada Pasal 22D UUD NRI 1945,” ungkap Isma.
Dikatakannya, hubungan tersebut menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan tugasnya, erat kaitan BPK dengan lembaga perwakilan, termasuk DPD RI, sebagai partner kolaborasi untuk mengimplementasikan public accountability dalam tatanan pemerintahan yang demokratis.
“Untuk meningkatkan sinergitas antara BPK dan DPD, ada tiga elemen utama yang perlu diperhatikan yakni Perencanaan Pemeriksaan BPK, Penyelesaian TLRHP BPK dan Pemanfaatan IHPS,” ungkap Isma.
Selain itu, imbuhnya, BPK dan DPD telah MoU yang dituangkan dalam Kesepakatan Bersama di tahun 2009 dan 2018. “Namun, Nota Kesepahaman tersebut belum ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerja Sama mengenai teknis pemantauan tindak lanjut BPK,” pungkas Isma. [liputan.co.id]
sumber : liputan.co.id