Komite III DPD RI Soroti Layanan Syarikah: Jamaah Haji Suami Istri dan Pendamping Tinggal Terpisah

Komite III DPD RI Soroti Layanan Syarikah: Jamaah Haji Suami Istri dan Pendamping Tinggal Terpisah

Mei 31, 2025 0 By admin

HARIAN DISWAY— Pelaksanaan ibadah haji tahun ini kembali menjadi sorotan, terutama terkait layanan syarikah—perusahaan penyedia jasa di Arab Saudi.

Komite III DPD RI yang melakukan pemantauan langsung sebagai bagian dari pelaksanaan fungsi pengawasan atas implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah terhadap pelayanan jemaah haji Indonesia di Arab Saudi.

Ditemukan sejumlah persoalan yang berdampak langsung pada kenyamanan dan keselamatan jamaah haji Indonesia. Dipimpin oleh Wakil Ketua I Komite III, Prof. Dailami Firdaus, tim pengawas menemukan bahwa kendala utama bersumber dari ketidaksinkronan pelayanan antar syarikah.

“Kami mencatat beberapa persoalan lapangan yang langsung dirasakan oleh jemaah dan perlu ditindaklanjuti segera. Ini menyangkut prinsip pelayanan yang adil, layak, dan manusiawi,” ungkap Prof. Dailami.

 

Tiga Masalah Utama yang Disorot

1. Pasangan dan Pendamping Lansia Dipisah Tempat Tinggal

Banyak pasangan suami-istri dan jamaah lansia dengan pendamping ditempatkan di hotel berbeda karena layanan yang dibagi menurut syarikah.

Hal ini memicu ketidaknyamanan dan menambah beban psikologis, terutama bagi lansia yang membutuhkan pendampingan intensif.

2. Keterlambatan Kartu Nusuk

Kartu Nusuk yang berupan sayarat utama untuk akses wilayah Madinah dan Mekkahdiberikan secara terratamerata dan terlambat.

Perbedaan manajemen antar syarikah menjadi penyebab utama. Akibatnya, sejumlah jamaah tertahan dan tak bisa masuk kota suci meski sudah tiba sesuai jadwal.

3. Tidak Ada Muthowif di Beberapa Kelompok

Beberapa kelompok jamaah mengeluhkan ketiadaan muthowif (pemandu ibadah) selama prosesi umrah dan haji. Hal ini sangat menyulitkan, terutama bagi jamaah yang belum memahami dengan baik tata cara ibadah maupun medan di Tanah Suci.

Menanggapi penjelasan Kementerian Agama bahwa penunjukan delapan syarikah bertujuan menghindari monopoli, Prof. Dailami mengingatkan, pemerataan harus disertai standar layanan yang merata dan pengawasan yang ketat.

“Penunjukan banyak syarikah sah-sah saja sepanjang tidak mengorbankan kualitas pelayanan. Kita perlu transparansi dalam pelaksanaan kontrak, mekanisme evaluasi, dan pengenaan sanksi atas pelanggaran. Niatnya sudah baik, tapi implementasi dilapangan masih bermasalah,” tegasnya.

Komite III DPD RI pun mendesak agar Kementerian Agama meningkatkan koordinasi dengan mitra penyelenggara dan melakukan audit menyeluruh setelah musim haji usai.“Negara wajib hadir secara penuh untuk melindungi jemaah. Kita tidak boleh membiarkan warga negara berjuang sendiri dalam ibadahnya. Ini amanat konstitusi dan kemanusiaan,” pungkas Prof. Dailami.(*)

sumber : HARIAN DISWAY