DPD Temukan 3 Masalah Pelayanan Syarikah Ibadah Haji 2025: Negara Wajib Hadir Melindungi Jemaah!
Mei 31, 2025JAKARTA – Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menemukan tiga persoalan serius terkait peran dan kinerja syarikah dalam melayani jemaah haji 2025. Persoalan itu ditemukan saat DPD mengawasi langsung pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci Madinah dan Mekkah, Arab Saudi. “Kami mencatat beberapa persoalan lapangan yang langsung dirasakan oleh jemaah dan perlu ditindaklanjuti segera. Ini menyangkut prinsip pelayanan yang adil, layak, dan manusiawi,” kata Wakil Ketua I Komite III DPD RI Dailami Firdaus dalam keterangannya, Sabtu (31/5/2025).
Adapun permasalahan pertama yang ditemukan yakni, terpisahnya akomodasi antara pasangan dan pendamping jemaah haji lanjut usia (Lansia).
“Beberapa jemaah haji yang merupakan pasangan suami-istri atau lansia dengan pendampingnya dilaporkan ditempatkan di hotel berbeda, akibat pembagian layanan berdasarkan syarikah yang berbeda,” ungkap Dailami.
“Ini menyebabkan ketidaknyamanan dan menambah beban psikologis, terutama bagi jemaah yang lanjut usia dan membutuhkan pendampingan khusus,” imbuhnya. Kedua, kata dia, adanya keterlambatan distribusi kartu nusuk. Padahal, kartu nusuk syarat utama untuk masuk wilayah Madinah dan Mekkah.
“Banyak jemaah yang akhirnya tertahan atau ditolak masuk ke kota suci, meskipun telah tiba sesuai jadwal, karena belum memiliki kartu tersebut,” urainya. Ketiga, absennya muthowif di beberapa kelompok jemaah haji. Ia mengatakan, sejumlah syarikah tidak menyediakan muthowif atau pemandu ibadah, baik dalam prosesi umrah maupun haji. “Ini menyebabkan kebingungan dan keresahan, terutama bagi jemaah yang belum memahami secara utuh tahapan dan tata cara ibadah, serta kondisi medan di Tanah Suci,” papar Dailami.
Penunjukan 8 Syarikah ini, lanjut dia, sebenarnya dilakukan agar tidak terjadi monopoli. Namun, ia menekankan, penunjukan syarikah harus dilandasi standarisasi kualitas layanan dan pengawasan yang ketat. “Penunjukan banyak syarikah sah-sah saja sepanjang tidak mengorbankan kualitas pelayanan. Kita perlu transparansi dalam pelaksanaan kontrak, mekanisme evaluasi, dan pengenaan sanksi atas pelanggaran. Niatnya sudah baik, tapi implementasi di lapangan masih bermasalah,” sebutnya. Kendati demikian, ia meminta agar Kementerian Agama (Kemenag) meningkatkan koordinasi dan pengawasan terhadap seluruh mitra penyelenggara layanan di Arab Saudi. Selain itu juga melakukan audit menyeluruh pasca musim haji untuk mencegah terulangnya masalah serupa di masa mendatang. “Negara wajib hadir secara penuh untuk melindungi jemaah. Kita tidak boleh membiarkan warga negara berjuang sendiri dalam ibadahnya. Ini amanat konstitusi dan kemanusiaan,” tandas Dailami.
sumber : SINDONEWS


