Indonesia Harus Cegah Genosida Muslim Rohingya
September 4, 2017RMOL.Anggota Badan Kerja Sama Parlemen (BKSP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Dailami Firdaus sangat prihatin atas situasi terakhir yang menimpa muslim Rohingya, Myanmar.
“Saya meyerukan dunia internasional melakukan tindakan cepat untuk mencegah terjadinya genosida atau pembersihan etnis terhadap komunitas muslim Rohingya. Sikap diam akan mendorong tragedi kemanusiaan yang memprihatinkan,” tegas Bang Dailami, anggota DPD RI dari DKI Jakarta, Kamis (31/8).
Bang Dailami, demikian ia biasa dipanggil, sangat khawatir genosida 8 ribu muslim Bosnia oleh pasukan Serbia pimpinan Radovan Karadzic di Srebrenica pada tahun 1995 akan terulang kembali. Radovan Karadzic sendiri telah dihukum 40 tahun oleh Mahkamah Kejahatan Perang PBB di Den Haag, Belanda tahun lalu karena kejahatan tersebut.
Berdasarkan data the International Organization for Migration (IOM) setidaknya 18 ribu orang telah mencoba melintasi perbatasan Myanmar-Bangladesh pada pekan ini.
Bang Dailami mengingatkan, bahwa dalam laporan tanggal 23 Agustus 2017 lalu, Komisi Penasihat tentang Negara Bagian Rakhine (Advisory Commission on Rakhine State) pimpinan mantan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kofi Annan menyatakan bahwa komunitas Muslim Rohingya sangat frustrasi karena konflik yang berlarut-larut dan status kewarganegaraan mereka yang telah dicabut oleh pemerintah Myanmar (stateless) semenjak pemberlakuan UU Warga Negara kontroversial pemerintahan Diktator Jenderal Ne Win tahun 1982. Padahal komunitas Rohingya telah tinggal dan memiliki sejarah di Negara Bagian Rakhine semenjak berabad yang lalu.
“Situasi Rohingya ini akan membahayakan kekuatan pro-demokrasi Myanmar, karena lawan politiknya akan mengeksploitasi isu ini untuk melemahkan partai Aung San Suu Kyii sebagai pemerintahan sipil yang lemah dan tidak tegas,” kata Dailami kembali.
Pemerintahan dan parlemen Myanmar saat ini dikuasai oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (LND), namun walaupun terjadi transisi kekuasaan dari militer kepada sipil pada tahun 2015 yang lalu, militer Myanmar masih mendapat 25 persen kursi parlemen tanpa ikut pemilu serta mengendalikan kementerian dalam negeri, polisi dan aparatur keamanan, dan penyebaran pejabat dan pegawai pemerintah daerah.
“Atas nama kemanusiaan dan solidaritas ASEAN, saya meminta Pemerintah Indonesia untuk mengambil tindakan kemanusiaan dan keamanan untuk mencegah genosida komunitas Rohingya karena lemahnya pemerintahan sipil Myanmar pada isu ini,” kata Dailami Firdaus, mengakhiri pernyataannya