Terompet Setan
April 30, 2016Di zaman edan, manusia mengalami dehumanisasi secara besar-besaran, sehingga banyak dari mereka mengidap penyakit “skizofrenia” yang membuat mereka lupa ingatan dan kehilangan kesadaran tentang fitrah kebenaran (logika), baik buruk (etika), dan keindahan (estetika).
Di zaman edan, manusia tak hanya bersekutu dan menjadi teman dekat setan (QS. Al-Nisa [4]: 38)), tetapi sebagian telah menjadi setan itu sendiri, dalam arti selalu membisikkan (meniupkan) kejahatan ke dalam hati manusia. (QS. Al-Nas [114]: 4-5).
Terompet (nyanyian) setan itu disenandungkan dalam aneka rupa, sehingga manusia berpaling dari jalan Allah. Diantaranya, rayuan agar manusia bersifat kikir, serta melakukan kejahatan, fakhsya’, (QS. Al-Baqara [2]: 268), seperti berbuat zina, mabok-mabokan, judi, dan segala tindakan sesat lainnya.
Dalam al-Qur’an disebutkan, bahwa sebagian manusia memang senang dan gemar membeli terompet setan itu, lahwa al-hadits (QS. Luqman [31]: 6).
Dalam satu riwayat, Abdullah ibn Mas`ud ditanya tentang makna perkataan tidak berguna (lahwa al-hadits) dalam ayat di atas. Jawabnya: “Demi Allah, tiada tuhan selain Dia, perkataan tak berguna itu adalah nyanyian (al-Ghina’). Abdullah mengulangnya hingga tiga kali sambil bersumpah. (Tafsir Ibn Katsir [6]: 330).
Sementara Imam Hasan al-Bashri, memahami lahwa al-hadits sebagai segala sesuatu yang memalingkan manusia dari menyembah Allah dan mengingat-Nya, seperti candaan, lelucon, gosip-gosip murahan, serta Lirik dan lagu yang seronok dan membangkitkan birahi (Tafsir al-Alusi [15]: 408).
Namun, ini tidak berarti bahwa Islam anti seni atau kesenian. Seni dalam pengertian yang sebenarnya sebagai rasa (akan) keindahan, sensibilitas estetis (syu`ur bi al-jamal), dan kemampuan meng-ekspresikannya (wa al-ta`bir `anhu), diapresiasi oleh Islam. Bahkan menurut ulama besar dunia, Syekh Yusuf Qardhawi, tak ada agama yang memberikan apresiasi kepada seni melebihi agama Islam.
Dalam buku al-Fann fi al-Islam, Qardhawi menjelaskan bahwa seni musik, nyanyian, syair, lirik dan lagu, tidak tergolong terompet setan manakala memenuhi 5 syarat sebagai berikut.
Pertama, mengandung pesan yang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran dan moral Islam. Nyanyian itu, menurut Qardhawi, seperti kata-kata: ada yang bagus dan ada pula yang jelek. Yang bagus boleh, yang jelek tak boleh alias haram hukumnya. Kedua, dibawakan dengan cara yang bagus, tidak erotis, sensual, dan membangkitkan nafsu birahi. Ketiga, tak ikut serta di dalamnya barang yang haram, seperti narkoba, miras (al-khamr), dan perjudian (maysir). Keempat, musik dan nyanyian tidak ekstrim atau berlebihan (ghuluw). Kelima, penonton acara pentas musik atau konser wajib memiliki pertahanan diri semacam early warning system kalau-kalau ada hal-hal buruk yang tak diinginkan.
Apabila tidak memenuhi 5 (lima) syarat di atas, maka musik dan nysnyian itu tergolong terompet setan (mizmar al-Syaithan). Inilah maksud sabda Nabi, “Lonceng [dentuman musik) tergolong terompet setan.” (HR. Ahmad dari Abu Hurairah).
Di zaman edan, kehidupan dunia bisa jungkir balik. Setan atau terompet setan bisa dianggap sebagai kebaikan, dan dibela mati-matian atas nama seni dan kebebasan ber-ekspresi. Benarkah? Wallahu a`lam!