Jumpa Pers: Anggota DPD-RI dari DKI Jakarta Dukung Hak Angket DPR-RI

Februari 20, 2017 0 By admin

jumpa persJakarta (DF) ~ Usulan penggunaan hak angket untuk menyelidiki kebijakan pemerintah mengaktifkan kembali Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi Gubernur DKI Jakarta dinilai sangat tepat. Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) ikut mendukungnya.

Prof. Dr. H. Dailami Firdaus sangat mendukung penuh usulan hak angket terkait pengaktifan jabatan Ahok yang saat ini menyandang status terdakwa kasus penistaan agama. Apabila merujuk dakwaan dan bukti-bukti yang ada, kata dia, seharusnya Ahok sudah diberhentikan sementara atau dinonaktifkan kembali pasca berakhirnya cuti kampanye Pilkada DKI Jakarta.

Senator dari DKI Jakarta ini pun berharap agar kasus ini cepat selesai dan Presiden harus membuat surat keputusan pemberhentian sementara Ahok dari jabatannya saat ini. Pemberhentian sementara dinilainya agar tidak menimbulkan kesimpangsiuran serta terjadi penafsiran hukum yang membuat masyarakat resah.

Ia menjelaskan, Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah menyatakan seorang kepala daerah atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara dari jabatannya apabila didakwa melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana paling singkat lima tahun penjara, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara dan atau perbuatan lain yang dapat memecah belah NKRI.

“Menilik dari UU tersebut jelas Ahok seharusnya sudah diberhentikan. Saya pribadi sangat mendukung bergulirnya hak angket demi penegakan hukum dan mengembalikan hukum sebagai panglima,” tuturnya.

Ia pun berharap Presiden segera mengambil tindakan dan menyelesaikan polemik ini agar tidak menjadi bola liar yang akhirnya menimbulkan keresahan di masyarakat dan menodai kerukunan hidup beragama.

Sedang dari berita sebelumnya, bahwa sebanyak 90 anggota DPR menandatangani usulan penggunaan hak angket untuk menyelidiki kebijakan pemerintah mengaktifkan kembali Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Puluhan anggota DPR itu berasal dari empat fraksi partai politik (parpol) di DPR. Penandatanganan dilakukan di ruang kerja Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin lalu.‎

Berkas itu diterima oleh tiga pemimpin DPR, yakni Fadli Zon, Fahri Hamzah dan Agus Hermanto.‎ “Kami tentu atas nama pimpinan akan meneruskan surat ini sesuai mekanisme yang berlaku. Sesuai konstitusi, setiap warga negara sama di depan hukum dan menjunjung tinggi hukum tanpa pengecualian,” kata Fadli.

Mereka yang menandatangani usulan hak angket menilai kejanggalan dalam keputusan pemerintah mengaktifkan kembali Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta. “Ini yang kita uji dalam angket. Mudah-mudahan dapat dukungan dari yang lain,” tutur Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini.

Sementara itu, Inisiator hak angket dari Fraksi Demokrat, Fandi Utomo merinci 90 anggota DPR yang menandatangi usulan tersebut, yakni ‎22 anggota Fraksi Partai Gerindra, 42 anggota Fraksi Partai Demokrat, 10 anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dan 16 anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Pernyataan sikap Anggota DPD-RI itu dalam rangka melaksanakan salah satu fungsi dan tugas konstitusional DPD RI, yaitu melakukan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang (UU) mengenai otonomi daerah, sesuai ketentuan dalam Pasal 22D Ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 dan UU No.17 /2014 tentang MPR/DPR/DPD/DPRD.

Bahwa dalam Pasal 83 Ayat (1) UU Pemerintahan Daerah (UU No. 23 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang) tersebut dengan jelas dan tegas menyatakan:

Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bahwa dengan demikian, ketentuan dalam Pasal 83 UU Pemerintahan Daerah, harus diartikan sebagai ancaman tertinggi untuk suatu tindak pidana yang disangkakan atau didakwakan kepada seorang Kepala Daerah, dalam hal ini Gubernur Provinsi DKI Jakarta.

Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 83 ayat (3) yang memberhentikan seorang Gubernur/Kepala Daerah adalah Presiden, bila Presiden tidak memberhentikan sementara, maka Presiden dapat dikategorikan telah melanggar Pasal 9 UUD NRI Tahun 1945 Ayat (1), yaitu sumpah jabatan presiden yang telah bersumpah akan memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya. Dalam hal ini “dapat dikategorikan melanggar” UU No. 23/ 2014 Pasal 83 tersebut terjadi, maka perbuatan Presiden tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan tercela.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, para Anggota DPD RI menyatakan pendapat:

  1. Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sudah seharusnya berhenti sementara sejak perkaranya diregister sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
  2. Jika Presiden RI tidak mengeluarkan Keputusan Presiden untuk pemberhentian sementara Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, membuka peluang kepada masyarakat untuk menggugat keputusan atau surat-surat yang ditandatangani Gubernur DKI Jakarta yang telah berstatus berhenti sementara.