Penguatan dan Peningkatan Hubungan Bilateral Indonesia – China Dalam Semangat kepentingan Nasional masing-masing Negara Menurut Prinsip Hukum Internasional

Penguatan dan Peningkatan Hubungan Bilateral Indonesia – China Dalam Semangat kepentingan Nasional masing-masing Negara Menurut Prinsip Hukum Internasional

April 30, 2016 0 By admin

Tuntutlah ilmu walau ke negeri China” Begitu bunyi salah satu hadits Nabi Muhammad SAW yang shahih, dan popular,  penting untuk dipedomani, diyakini kebenarannya oleh semua pribadi dan bangsa muslim tanpa kecuali, termasuk Bangsa Indonesia yang mayoritas muslim tidak saja di Asia, tetapi juga di dunia.

 Dari perspektif teologi Islam, Hadits merupakan salah satu sumber dalam hukum Islam yang secara hirarkhis kedudukannya setelah kitab suci Al-Qur’an. Selain itu ijma’ dan qiyas sebagai sumber hukum tambahan/ penunjang yang bersumber dari hasil analogi dan interprestasi para ahli hukum Islam atau para ulama yang memiliki intelektualitas dan integritas moral kepribadiannya teruji dalam khasanah pengembangan dan pemajuan hukum Islam termasuk kontribusi konstruktifnya dalam hukum Internasional modern, baik di bidang diplomasi, keuangan syari’ah, perdagangan, maupun perang yang adil dan perdamaian dunia untuk menegakkan nilai-nilai kemanusiaan universal.

Nilai-nilai kemanusiaan universal yang dimaksud adalah antara lain: nilai-nilai keadilan, persaudaraan, persamaan, saling pengertian, hak asasi manusia, saling menghormati, non intervensi, kekeluargaan, tolong-menolong, persatuan dan kesatuan,  perdamaian sejati, pembangunan berkelanjutan, serta pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup dan sebagainya.

Ini sejalan dengan pandangan DR. Anwar Ibrahim (Mantan Deputi PM Malaysia) dalam bukunya Renaissans Asia. Dengan mengutip pendapat seorang sejarahwan muslim, Ibnu Khaldun, misalnya, Anwar menulis: Peradaban Islam ditandai oleh semangat perdagangan yang menggebu-gebu. Pikiran kaum muslim dibesarkan untuk menjadi propasar. Periode pembentukan hukum Islam juga berlangsung bersamaan dengan periode aktivitas perdagangan yang hidup. Dan beberapa ahli hukum terkemuka sendiri adalah para pedagang, sehingga mereka pun menyuntikkan ke dalam hukum-hukum itu, fleksibilitas dan rasa realisme/ sense of realism (1998, 81).

Dengan paradigma berpikir dan landasan historis seperti itu, maka sangat layak dunia Internasional memilih belajar dan berguru pada bangsa China yang sangat tinggi budaya dan peradabannya. Maka adalah sangat tepat, momentum hari ini dan kebanggaan yang luar biasa bagi kami bisa hadir di tengah-tengah komunitas civitas akademika China University of Political Science and Law, pada hari yang berbahagia ini.

Ini menunjukkan kehadiran kami dari Universitas Islam As-Syafi’iyah Jakarta, tidak terlepas dari perwujudan dan pengamalan hadits Nabi tersebut, yakni Belajar dan menuntut ilmu untuk kemashlahatan umat manusia di China. Semoga membawa kemanfaatan yang lebih luas bagi kedua bangsa besar Indonesia dan China melalui kerjasama bilateral dalam berbagai bidang pembangunan dan semua dimensi kehidupan, agar bangsa Indonesia juga menjadi bangsa yang maju, modern dan sukses seperti kemajuan spektakuler yang kini dicapai bangsa China yang telah menjadi suatu kekuatan ekonomi dunia yang patut diperhitungkan dalam percaturan perdagangan Internasional di era liberalisasi dan globalisasi dunia.

B.Indonesia dan China dalam tatanan masyarakat dan hukum Internasional.

Suatu realitas hukum dan politik yang tak terbantahkan adalah baik Indonesia, maupun China adalah sama sebagai negara bangsa (nation state), dan bagian integral masyarakat internasional dalam perspektif hukum Internasional. Dalam pandangan hukum Internasional, suatu negara bangsa (nation state) mengandung makna negara yang didirikan guna mewujudkan cita-cita suatu bangsa. Negara adalah wahana untuk merealisasikan semua hal yang bisa meningkatkan martabat manusia yang terwujud dalam meningkatnya kualitas perikehidupan para warganya.

Selain itu, Indonesia dan China adalah juga merupakan sesama rumpun bangsa Asia yang senantiasa menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai keasiaannya, tanpa tercabut akar sosiologisnya sebagai masyarakat Internasional yang diatur berdasarkan asas dan prinsip Hukum Internasional. Menurut Prof DR Mukhtar Kesumaatmadja, SH (Guru Besar Ilmu Hukum dan mantan Menteri Luar Negeri Indonesia), dalam bukunya “Pengantar Hukum Internasional (1997) menegaskan masyarakat Internasional (MI) pada hakekatnya adalah hubungan kehidupan antar manusia. MI sebenarnya merupakan suatu kompleks kehidupan bersama yang terdiri dari aneka ragam masyarakat yang jalin menjalin dengan erat. Jelaslah bahwa MI itu merupakan suatu kenyataan yang tak dapat dibantah lagi dan bahwa didalamnya negara-negara yang merdeka dan berdaulat menduduki tempat yang terkemuka. Dengan dasar pandangan seperti itu, pengetahuan kita tentang masyarakat internasional menjadi sangat penting. MI sebagai landasan sosiologis perkembangan HI dan merupakan fakta harus diterima.

Dengan sifatnya sebagai hukum koordinasi dan bukan subordinasi maka hukum internasional memainkan peran penting dalam mengkoordinasikan kepentingan negara-negara yang beraneka ragam, baik secara kuantitas maupun kualitas dalam kancah pergaulan internasional. Sehingga diperlukan suatu upaya harmonisasi dan sinkronisasi hukum nasional masing-masing negara dengan prinsip-prinsip dalam hukum internasional. Dengan sikap taat asas dan konsisten menghormati dan melaksanakan prinsip hukum internasional termasuk dalam sektor kerjasama internasional untuk memperjuangkan dan mewujudkan kepentingan nasional masing – masing negara di pentas internasional secara elegan,  maka negara itu akan terhindar dari kualifikasi sebagai negara gagal ( a weak state). Hal ini sejalan dengan pemikiran Daniel Thurner, Profesor Hukum Internasional dari University of Zurich. Dikatakannya, dalam perspektif hukum internasional, negara gagal (a weak state) adalah negara yang tak layak dalam mengikat dirinya dalam satu kesepakatan internasional. Walau dari perspektif demokratisasi politik, negara gagal apabila di dalam sistem demokratisasi terjadi defisit demokrasi. Kita berkeyakinan Indonesia dan China bukanlah tipikal sebagai negara gagal (a weak state)

Dengan wacana dan dialog ilmiah yang berkualitas dan berkelanjutan, seperti pada forum ilmiah yang terhormat dan mulia ini, maka memudahkan setiap upaya kearah kerjasama Internasional di berbagai bidang, termasuk ekonomi, perdagangan internasional, baik yang bersifat hubungan bilateral, regional, dan multilateral. Untuk itu hasrat kerjasama di berbagai sektor segera diwujudkan secara nyata, dalam semangat saling menghormati, saling pengertian, dan menguntungkan.

C.Prospek dan Aktualisasi Kerjasama

Bertepatan dengan 29 April 2011 yang lalu, Pemerintah dan rakyat Indonesia mendapat kehormatan selaku tuan rumah. Karena pada waktu yang tepat itu ada suatu kunjungan kenegaraan yang dipimpin langsung PM China, Wen Jiabao ke Indonesia. Bangsa Indonesia tentunya sangat gembira bersukaria menyambut tamu istimewa PM Wen Jiabao dan rombongannya. Media massa internasional dan Indonesia juga meliput secara meluas, mendapat respon dan apresiasi dari pemerintah dan rakyat Indonesia selaku tuan rumah yang baik.

Delegasi yang dipimpin PM Wen Jiabao mendapat sambutan hangat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan jajaran kabinetnya di Istana Negara Jakarta. Sikap itu merupakan tata karma diplomasi antara negara bangsa (nation state) yang bersahabat, sesuai hukum kebiasaan Internasional yang sudah lama dipraktekkan dalam pergaulan masyarakat internasional. Apalagi China-Indonesia juga merupakan anggota G 20 yang semakin diperhitungkan dalam perekonomian global. Dan ini saat yang tepat bagi kedua bangsa untuk mempererat relasi dalam konteks kerjasama bilateral kedua negara dalam berbagai bidang, termasuk hubungan ekonomi dan perdagangan. Sebagaimana berita yang dilansir secara meluas ke publik bahwa ada tiga misi dan agenda kerjasama yang disepakati kedua kepala pemerintahan. Adapun tiga agenda kerjasama Indonesia-China,adalah:

  1. Kerjasama bilateral dan regional dalam upaya mengatasi gejolak harga pangan dan energy dunia.
  2. Ikut serta dalam pembangunan infrastruktur, listrik, energy bersih, dan terbarukan, serta manufaktur di enam koridor di seluruh Indonesia.
  3. Peningkatan kerjasama di bidang penanggulangan bencana( Litbang Harian Kompas, 30/04/11).

Selain itu menurut PM Wen Jiabao, Pemerintah China telah menetapkan beberapa komitmen dalam konteks hubungan bilateral ini. Adapun Komitmen Pemerintah China yang dimaksud:

  1. Memberikan kredit lunak sebesar 1 miliar dollar AS.
  2. Dukungan pagu pendanaan infrastruktur dan industry di Indonesia sebanyak 8 miliar dollar AS.
  3. Di bidang perdagangan, sepakat mengupayakan keseimbangan yang saling menguntungkan serta meningkatkan volume perdagangan hingga 80 miliar AS pada 2014.
  4. Pihak swasta China membuat kesepakatan komersial senilai 10 miliar dollar AS dengan pihak swasta Indonesia.

Masih segar dalam ingatan kita sebuah event akbar terbaru yang berlangsung di Indonesia dari tanggal 7-8 Mei 2011 adalah KTT ASEAN (ASEAN SUMMIT) ke-18. Salah satu issu sentral dominan yang diharapkan dari hasil KTT ASEAN tersebut adalah mengimplementasikan tujuan pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) yang telah dideklarasikan pada tahun 2007 di Singapura. Dan tahun 2015 adalah tahun perwujudan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sebagai sebuah konsep pasar tunggal dan integrasi produksi ASEAN berbasis pada aliran barang, jasa, investasi modal, dan tenaga kerja terdidik secara bebas. Disamping itu, perlu adanya keinginan mata uang tunggal ASEAN, dan penyatuan visa ASEAN bagi turis asing.

Besar harapan kita, semua hasil dari KTT ASEAN (ASEAN SUMMIT) ke18, menjadi momentum dan energy baru, mempercepat terwujudnya kesepakatan ASEAN-China dalam skema ACFTA dan kesepakatan bilateral Indonesia-China yang lebih efektif, efisien, dan berkeadilan bagi kepentingan nasional masing-masing Negara. Bertitik tolak dari pengalaman empiris, perjalanan panjang kerjasama bilateral kedua negara ini memiliki catatan penting dalam dinamika yang menarik ditelaah, diriset secara objektif dan berkelanjutan di masa mendatang. Peluang berharga dan bersejarah sebagai jembatan emas dalam pergaulan internasional ini, harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh kedua belah pihak dalam hubungan yang bersifat resiprositas dan prospektif. Harus diakui secara jujur, setelah setahun lebih Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN China (ACFTA) diimplementasikan, masih banyak tantangan, hambatan dan kendala yang dihadapi kedua negara di era globalisasi ekonomi perdagangan. Sementara hakekat perdagangan bebas adalah mengatasi hambatan perdagangan untuk menciptakan kerjasama bisnis dengan harapan saling menguntungkan. Oleh karena itu kita berharap kepada kedua kepala pemerintahan Indonesia-China, memanfaatkan momentum pertemuan untuk secara tegas dan berani mengambil solusi persoalan dari implementasi prinsip ACFTA (ASEAN China Free Trade Agreement). Tentu saja harus diletakkan dalam konteks kerjasama bilateral. Sebab implementasi ACFTA bersifat kolektif di ASEAN.

Bahkan ke depan muatan kerjasama bilateral ini diperluas untuk merespon isu-isu global lain, misalnya, pemberantasan terorisme internasional, perompakan, trafficking, perjanjian ekstradisi, pemberantasan korupsi sebagai extra ordinary crime, serta kejahatan transnasional lainnya, sesuai harapan masyarakat internasional dan badan perserikatan bangsa-bangsa (PBB) menuju terciptanya stabilitas kawasan, keamanan dan perdamaian dunia secara keseluruhan. Dengan kesamaan cara pandang yang penuh optimistis, saling menghormati, saling percaya, kita patut mengawal supaya tujuan utama kita dalam perdagangan bilateral yang berkelanjutan dan berimbang secara adil, terutama dalam bentuk kegiatan eksport-import kedua negara benar-benar dapat tercapai. Sehingga pada gilirannya memberi kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesajahteraan rakyat kedua negara.

            Yang tidak kalah pentingnya adalah sebuah pesan moral bagi sebagian civitas akademika di Jakarta dari PM Wen Jiabao perlu diapresiasi. Dikatakan sang perdana menteri bahwa untuk memahami China, bukan Cuma lewat ilmu pengetahuan tetapi juga dengan hati nurani, untuk saling memahami dan berkunjung langsung ke China. Inilah yang dalam konsepsi Islam disebut silaturrahmi sambung rasa terhadap sesama secara tulus dan ikhlas. Apapun baik dan hebatnya sistem hukum yang dirancang dan disepakati akan sulit terimplementasi jika tidak didukung penuh dengan komitmen moral dan itikad baik manusia-manusia sebagai penyelenggara. Tepatlah ungkapan yang berharga dari seorang reformis besar China, Wang Anshih (1021-1086), yang menyatakan bahwa ada dua sumber utama pelanggaran hukum dan perilaku korup, kedua sumber utama dimaksud adalah buruknya hukum dan manusia yang jahat. Semoga menjadi bahan pencerahan dan hikmah yang berharga bagi kita semua. Terima kasih.***